Red Yellow Electricity Lightning

Selasa, 26 Februari 2019

Shirime

Shirime adalah hantu tak berwajah, yang memiliki mata yang besar id pantatnya. Pada malam hari, mereka menakuti pejalan kaki yang tidak waspada di jalanan sepi dengan berjalan mondar-mandir. Di Jepang, “shiri” (尻) bermakna “pantat” dan “me” (目) bermakna “mata”, jadi makna nama Shirime secara literal adalah “mata pantat”.

shirime-creepypasta-indonesia-0413


Legenda Jepang mengenai Shirime sangat aneh dan lucu. Bertahun-tahun yang lalu, seorang samurai sedang berjalan pada malam hari di kota Kyoto, jepang. Tiba-tiba, pria berpakaian kimono keluar dari bayang malam dan menghentikan langkahnya. 

“Siapa disana?” Tanya samurai was-was, mempersiapkan dirinya untuk melakukan serangan. 

“Permisi,” kata pria itu. “Bisakah aku meminta waktu darimu sebentar?” 

Sebelum samurai menjawab, pria itu berbalik, melepaskan pakaiannya dan membungkuk. Memperlihatkan pantatnya yang besar dan samurai yang melihat itu ketakutan karena dia melihat mata yang besar dan bersinar menatapnya. 

Cahaya yang aneh terpancar dari mata itu. Ketika samurai melihatnya, dia berteriak ketakutan dan lari secepat yang dia bisa.

Shirime adalah salah satu dari hantu yang populer di Jepang karena dia tidak menyakiti dan membuat jatuh korban. Dia hanyalah hantu nakal yang suka menakuti orang-orang.

SUMBER

Licca-Chan

Boneka Licca-chan adalah urban legend Jepang tentang boneka imut yang dirumorkan terkutuk. Menurut legendanya, jika kamu membuangnya, boneka itu akan kembali untuk membalaskan dendamnya dengan mengerikan.

licca-chan-creepypasta-indonesia-0413

Boneka Licca-Chan


Boneka Licca-chan merupakan boneka yang sangat populer di Jepang. Kepopulerannya setara dengan kepopuleran boneka Barbie. Bahkan, terlalu populernya, perusahaan yang melakukan produksi terhadap boneka itu memutuskan untuk membuat saluran telepon untuk promosi produk mereka. 

Anak-anak bisa berbincang dengan Licca-chan melalui telepon. Namun sebenarnya, mereka hanya mendengarkan suara-suara rekaman saja, tetapi terdapat rumor yang mengatakan bahwa beberapa anak mendengar Licca-chan mengucapkan hal yang mengerikan seperti, “aku akan datang ke rumahmu untuk membunuhmu.”

Hal ini memunculkan urban legend berikut:

Suatu hari, seorang gadis muda sedang membersihkan kamarnya. Ketika dia sedang membereskan barang-barangnya, dia menemukan boneka Licca-chan yang sangat dia sayangi sewaktu kecil. Bagaimanapun, dia sudah terlalu dewasa untuk bermain dengan boneka, jadi dia membawa boneka itu keluar dan menaruhnya di tempat sampah.

Beberapa waktu kemudian, si gadis dan orang tuanya pindah menuju kota yang baru. Suatu hari, dia pulang dari sekolah seperti biasanya. Orang tuanya masih sedang bekerja. Saat dia memasuki rumahnya dari pintu depan, pintu di ruangan depan mulai berdering. 

Ketika dia mengangkat teleponnya itu, dia mendengar suara kecil yang berbunyi, “halo, ini Licca-chan. Aku berada di tempat penampungan sampah. Aku telah ditinggalkan, tetapi aku sedang dalam perjalanan pulang. 

Gadis muda tersebut langsung menutup telepon, berpikir seorang mungkin sedang mempermainkannya. Beberapa saat kemudian, telepon berdering kembali.

Ketika dia mengangkatnya, suara yang sama terdengar, “halo, ini Licca-chan. Aku sedang berada di stasiun kereta api. Segera, kita akan kembali bersama lagi.”

Dia langsung menutup teleponnya dan merasa tidak nyaman. Beberapa saat kemudian, telepon kembali berdering.

Ketika dia mengangkatnya, suara yang sama terdengar, “halo, ini Licca-chan. Aku sedang berada di jalan rumahmu. Apakah kamu merindukanku?”

Gadis tersebut langsung menutup teleponnya lagi. Kali ini, dia merasa takut. Dia berharap agar orang tuanya segera pulang ke rumah. Tentu saja, beberapa saat kemudian, telepon kembali berdering untuk kesekian kalinya. 

Gadis tersebut mendengar suara mengatakan, “halo, ini Licca-chan. Aku berada di luar rumahmu. Buka pintunya.”

Sekarang, gadis tersebut merasa ketakutan dan berkata pada dirinya sendiri, “ini hanyalah candaan….” Dia pergi menuju jendela dan mengintip melalui tirai, tetapi tidak ada siapapun diluar. Gadis itu merasa lega.

Sekali lagi telepon berdering kembali dan ketika dia mengangkatnya, dia mendengar, “halo, ini Licca-chan dan aku tepat berada di belakangmu.” 

Licca-Chan Berkaki Tiga


Menurut legenda, perusahaan yang membuat boneka Licca-chan mengalami masalah pada proses pembuatannya. Mereka secara tidak sengaja membuat boneka berkaki tiga. Boneka-boneka tersebut sudah didistribusikan ke toko-toko sebelum kesalahan pada pembuatannya diketahui. 

Meskipun perusahaan dengan cepat menarik kembali boneka-boneka berkaki tiga tersebut, beberapa tidak ada yang kembali karena sudah terjual.

Suatu sore, seorang wanita muda sedang berjalan-jalan di taman. Saat ini dia membutuhkan toilet, jadi dia berjalan ke toilet umum dan memasuki salah satu bilik. Ketika dia hendak duduk, dia menyadari terdapat sesuatu yang tergeletak di lantai dekat kakinya. 

Itu adalah boneka Licca-chan.

Dia bertanya-tanya, mengapa boneka itu ada disini. Apakah terdapat seseorang yang telah membuangnya? Dia merasa kasihan terhadap boneka itu dan dengan santai memungutnya. Dia terkejut dengan apa yang dia lihat.

Boneka Licca-chan memiliki tiga kaki.

Kedua kakinya normal, tetapi kaki ketiganya tampak cacat dan berbulu ungu yang menyeramkan.

Dia sangat terkejut dan seketika menjatuhkan boneka itu. Boneka itu terjatuh dengan wajah yang menghadap lantai toilet.

Kemudian, wanita muda itu menyaksikan hal yang mengerikan, kepala boneka perlahan berbalik menghadap wajahnya.

Boneka itu membuka mulutnya dan berkata, “namaku adalah Licca-chan dan aku dikutuk. Aku dikutuk. Aku dikutuk….”

Wanita itu ketakutan dan berlari menjauh secepat yang dia bisa. Tetapi, ke mana pun dia pergi, suara boneka itu mengikutinya dan membisik di telinganya. 

“Namaku adalah Licca-chan dan aku dikutuk. Aku dikutuk. Aku dikutuk….”

Ponselnya pun juga berdering dan Licca-chan berkata dari sana, “namaku adalah Licca-chan dan aku dikutuk. Aku dikutuk. Aku dikutuk….”

Pada akhirnya, wanita itu tidak tahan lagi dan menjadi gila. Dia menyobek sendiri gendang telinganya, jadi dia tidak akan bisa mendengar suara itu lagi.

Terdapat cerita yang berhubungan dengan boneka Licca-chan berkaki tiga.

Terkadang salah satu terdapat di toilet sekolah dan ditemukan oleh seorang siswi. Boneka itu berkata, “namaku adalah Licca-chan,. Ayo bermain petak umpet.” Sebelum siswi itu sempat menjawab, boneka itu menarik pisaunya dan menusuknya, sambil mengatakan, “kamu kena.”

Dalam cerita lainnya, boneka yang berkaki tiga, kaki satunya itu terbuat dari daging manusia dan dia berkata, “namaku adalah Licca-chan dan aku sedang mencari pemilik dari kaki ini.”

Versi lainnya yang berbeda melibatkan seorang gadis yang menemukan boneka Licca-chan di toilet. Dia merasa jijik dengan kaki ungu kotornya dan mencoba untuk menghanyutkannya di toilet. Beberapa hari kemudian, si gadis mengalami kecelakaan dan menyebabkan kakinya diamputasi. Ketika dia sedang terbaring di rumah sakit, dia melihat  kearah dimana kakinya diamputasi dan menemukan, sesuatu yang mengerikan, kaki berwarna ungu yang aneh tumbuh dari sana. Akhirnya, kaki tersebut mengambil alih tubuhnya dan membunuhnya.

Lalu kisah lainnya dari Licca-chan berkaki tiga adalah dia berdiri di samping tempat tidurmu ketika kamu sedang tertidur di malam hari. Dia mengenggam sebilah pisau di tangannya dan menunggu hingga kamu terbangun dan mengamatinya. Ketika kamu mengamatinya, dia akan menyerang dan memotong kakimu hingga putus. 

Senin, 25 Februari 2019

Mary-San

Mary-san atau “Panggilan Telepon Mary” adalah urban legend  Jepang tentang gadis muda yang menerima panggilan telepon mengerikan dari boneka yang ditinggalkannya. Sangat mirip dengan “The Antique Doll.”

Terdapat seorang gadis muda Jepang yang memiliki boneka ala barat yang sangat disukainya. Nama bonekanya adalah “Mary”. Ayah dari si gadis mendapatkan pekerjaan baru dan keluarga mereka pindah ke tempat yang baru. Dalam perjalanannya, gadis itu secara tidak sengaja kehilangan bonekanya. 

Suatu malam, orang tua si gadis sedang jalan-jalan dan dia tinggal di rumah barunya sendiri. Tiba-tiba, telepon mulai berdering. Ketika dia menjawabnya, dia mendengar suara bernada tinggi di ujung kepala teleponnya.

“Halo, ini Mary-san. Aku berada di tempat sampah, sekarang.”

Si gadis merasa ketakutan dan menutup teleponnya, tetapi langsung berdering kembali.

“Halo, ini Mary. Aku berada di samping toko, sekarang.”

Si gadis menutup telepon, namun berdering kembali.

“Halo, ini Mary. Aku berada di depan rumahmu, sekarang.”

Sambil gemetar ketakutan, si gadis perlahan membuka pintu depan, tetapi tidak ada siapapun disana.

“Mungkin itu hanya telepon main-main saja.” Pikirnya. 

Dia menghela napas lega dan menutup pintu depan. Namun, ketika dia hendak kembali ke kamarnya, teleponnya kembali berdering.

“Halo, ini Mary. Aku tepat di belakangmu.”

“Si gadis perlahan membalikan tubuhnya….

Malamnya, ketika orang pulang, mereka mendapati putri mereka terbaring di atas genangan darah. Dia telah ditusuk hingga mati.

Cara menghindari terbunuh oleh Mary-san:


  1. Kunci semua pintu dan jendela.
  2. Jangan menjawab telepon.
  3. Tetap punggungmu menempel pada dinding.
  4. Jika dia di belakangmu, jangan berbalik. Langsung lari menuju pintu depan.

The Bay Window

(The Bay Window/Pantulan Kaca)

Pada suatu malam di musim salju yang begitu dingin, seorang gadis berumur enam belas tahun yang bernama Brittany Snow, sedang berada di rumah seorang diri, sambil menonton televisi. Orang tuanya sedang pergi ke pesta makan di rumah salah satu teman mereka. Semenjak sore salju telah turun dengan lebat, tetapi Brittany merasa nyaman karena dia sedang duduk di sofa yang berada di ruang keluarga, sambil diselimuti oleh selimut yang hangat.

Ketika tengah malam tiba, orang tua Brittany masih belum pulang dan dia mulai merasa tidak nyaman akan hal itu. Dia tidak mau menelepon orang tuanya karena dia pasti akan dianggap tidak bisa mengurus dirinya sendiri.

Televisi ada di sudut ruangan, di sebelah jendela yang besar. Dia sedang menonton salah satu film favoritnya, sebuah film horor yang berjudul Prom Night, ketika tiba-tiba, dari sudut matanya, dia melihat sesuatu bergerak di luar jendela.

Melalui kegelapan dan hujan salju, dia bisa melihat sosok seorang pria, sedang berjalan melalui jendela. Ketika pria itu semakin dekat, dia bisa melihat wajah pria itu dengan penuh kengerian.

Wajah pria itu begitu menyeramkan karena banyak bekas luka di wajahnya, matanya liar dan begitu gila, dan tampaknya pria itu menyeringai gila kepadanya. Ketakutan, Brittany meraih selimutnya dan kemudian bersembunyi dibalik selimut itu. Dia benar-benar tidak berani untuk bergerak sedikit pun.

Perlahan-lahan, dia menarik selimut itu kebawah hanya agar bisa mengintip walaupun dengan sebelah mata saja. Lelaki itu masih ada disana, dia hanya berdiri disana, lelaki itu terus menerus menatap Brittany ketika salju turun di belakang pria itu. Kemudian, lelaki itu merogoh mantelnya dan kemudian mengeluarkan sesuatu dibalik mantelnya. Itu adalah sebuah pisau yang begitu panjang.

Dilanda ketakutan, Brittany kembali menarik selimut menutupi kepalanya dan berharap pria gila itu akan mengira dirinya hanyalah sebuah selimut yang diletakkan di atas sebuah sofa. Dia berhasil menggerakan tanganya secara perlahan agar bisa meraih kantongnya dan kemudian mengeluarkan ponsel miliknya. Dengan perasaan panik dia menekan tombol di ponselnya, dan kemudian memanggil 911 dan menahan napas sambil menunggu jawaban.

Saat operator bertanya "Apa keadaan darurat mu?", Brittany mendekatkan ponselnya dekat dengan wajahnya dan berbisik "Ada seorang pria di luar rumahku. Dia memegang sebuah pisau. Tolong datang dengan cepat."

Dia duduk di bawah selimutnya tanpa bersuara, selama bermenit-menit dia menunggu. Akhirnya, dia mendengar suara sirene di luar rumahnya dan kemudian polisi mulai mengetuk pintu depan rumahnya.

Brittany melepas selimutnya dan kemudian bergegas berlari ke arah pintu depan, dan membiarkan kedua polisi itu masuk kedalam rumahnya. Polisi itu berkata kepadanya jika mereka tidak melihat jejak seseorang di luar rumahnya.

"Dia ada disana," kata Brittany, sambil menunjuk ke jendela, yang mengarah ke halaman depan rumahnya yang telah tertutupi salju.

"Itu tidak mungkin,” kata petugas perempuan. "Tidak mungkin ada orang disana. Salju itu benar-benar terlihat tidak tersentuh. Jika ada seseorang disana, pasti dia akan meninggalkan jejak di atas salju-salju itu."

"Tapi dia berada disana, sambil terus memandangiku,” kata Brittany. "Aku melihatnya dengan kedua bola mataku sendiri."

"Kamu tahu, mungkin saja matamu mempermainkan dirimu,” kata petugas laki-laki. "Mungkin kau sudah terlalu banyak menonton film horor."

Para petugas berbalik untuk pergi. Tiba-tiba, petugas perempuan berhenti bergerak di tempatnya. Petugas perempuan itu kembali menarik sofa yang telah diduduki Brittany. Kemudian dia menurunkan kepalanya sehingga dagunya berada tepat diatas sofa dan kemudian matanya melebar karena kaget. Brittany dan petugas yang laki-laki pun ikut tersentak.

Di atas karpet yang berada di belakang sofa ada sebuah jejak yang basah, dan sebuah pisau yang telah di buang.

"Kamu tidak melihat pria di luar jendela." Kata petugas perempuan. "Kamu sedang melihat pantulannya. Sebenarnya dia telah berdiri di belakangmu dari tadi."

Just Look At Me

(Just Look At Me/Lihat Aku Seorang)


"Seorang gadis muda berinisial C telah menghilang selama tiga hari. Diduga dia menjadi salah satu korban dari seorang psikopat yang hingga saat ini masih menjadi buronan. Psikopat tersebut telah membunuh dan memutilasi 13 korbannya lalu meninggalkan potongan tubuh mereka di kantin-kantin sekolah korban setelah sebelumnya merendam potongan-potongan tubuh tersebut dengan formalin. Seorang pemuda yang mengaku kekasih dari salah satu korban kini dirawat akibat diduga menderita gangguan jiwa."

"Bodoh…."

Layar televisi itu kini menjadi gelap. Aku menarik lututku mendekat ke tubuhku. Sudah tiga minggu berita yang sama menghiasi semua saluran televisi.

"Dasar bodoh...."

Keheningan terasa begitu mencekam. Aku beranjak meninggalkan sofa yang empuk dan menapaki kamar mandi kecil. Kutatap bayanganku pada cermin. Hembusan napasku mengaburkan bayanganku, menutupinya dengan uap.

Semua gadis yang menjadi korban adalah gadis-gadis yang terkenal kecantikannya. Gadis-gadis pujaan. Tetapi Doni... pemuda itu... menjadi gila hanya karena seorang gadis yang menjadi korban? Tidak masuk akal. Apa cinta memang segila itu?

Aku membasuh wajahku dan menyingkirkan embun yang menutupi cermin di hadapanku. Kini aku dapat melihat bayanganku dengan jelas.
Gadis-gadis cantik. Ya, korbannya adalah gadis-gadis yang berparas rupawan. Kutatap wajahku di cermin. Apa mungkin aku adalah korban selanjutnya?

PRANG!

"Hei!"

Seketika lamunanku buyar. Jantungku berdegup kencang. Apa itu? Ah... tidak ada alat apapun di kamar mandi ini yang bisa kugunakan untuk membela diri. Baiklah, aku harus berani. Dengan berat kulangkahkan kaki menuju dapur. Sepertinya suara tadi berasal dari sana. "Siapa itu?"

Tak ada jawaban. Aku merasa tegang. Mengendap-endap adalah langkah yang baik. Aku sampai di dapur dan tidak ada siapapun disana. Huh, ada apa sebenarnya?!

Kemudian, Meoly, kucingku, keluar dari bawah meja dan menggeliat manja di kakiku.

"Kamu rupanya!" dengusku kesal. "Apa lagi yang kamu lakukan?" Aku beranjak mengitari meja untuk memeriksanya. Meoly mengikutiku seolah tanpa salah.

"Kamu menjatuhkan ini!" Dengan kesal aku memungut toples yang terjatuh dan merapikannya. "Sudah kubilang kamu harus sabar menunggu…." Tak sengaja aku menatap bayanganku di cermin yang sengaja kuletakkan di dapur. Aku pun salah satu gadis populer. Seketika aku bergidik. 

Rasanya ada yang salah. Ya, aku adalah seorang gadis yang populer. Aku mulai merasa tidak nyaman. Sepertinya cinta memang membuat orang gila. Aku menatap ngeri ke tangan kananku yang hendak memasukkan kembali bola mata itu ke dalam toples. Bola mata Nicole, gadis yang telah merebut Doni dariku!

Aku mengatupkan jemari tanganku meremas bola mata itu hingga pecah. Cairannya membuat tanganku terasa lengket. Aku menjilat telunjuk-ku yang basah dan lengket. Rasanya sungguh menjijikkan.

Aku menatap cermin di hadapanku. Bayanganku kini tersenyum beringas memamerkan taring-taringnya yang tersembunyi.

Dia memujiku. Dia terus memuji kecantikanku.

"DIAM!!!"

Aku melihat kedua tanganku, tubuhku. Aku menyentuh wajahku. Jika aku sudah cukup cantik, kenapa mereka masih berpaling kepada yang lain? Kenapa Doni masih tidak ingin melihatku? Aku tak peduli bahkan jika itu ibunya... aku ingin dia hanya melihatku!

Aku meraih pisau yang tergeletak di atas meja. Benda itu masih berkilau seperti saat aku memakainya untuk menguliti wajah gadis-gadis cantik itu. Tidak ada yang boleh menyaingiku! Tak seorangpun! Hanya aku!

"Benar kan?"

Aku menyentuh cermin itu….

Bayanganku tersenyum gembira.

Dia setuju.

Dia sangat setuju.

Tapi aku sudah muak... aku muak... aku tidak puas….

Aku sudah mencungkil bola mata mereka yang mereka puja-puja itu... aku sudah mengiris bibir dan lidah mereka dengan garpu kesayanganku.. Aku memecahkan hidung mereka. Tapi aku belum puas.

Aku belum puas….

Aku kembali menatap cermin, ada rasa khawatir yang kurasakan di sana. Bayanganku terlihat cemas saat aku mengangkat pisau itu dan mendekatkannya pada tubuhku.

Dia gelisah.

Hahaha. Dia benar-benar gelisah.

Aku melihat warna yang sama merembes dari bajuku seperti saat usus-usus itu kugenggam dalam tanganku. Hei, hei, ini menyenangkan. Bayanganku mulai menggedor-gedor cermin itu, membuatnya bergoyang dengan gerakan paniknya itu.

Aku tertawa. Aku menusuk pisau itu lebih dalam. Menariknya hingga aku dapat merasakan darah itu membanjiri lantai dapurku. Melalui lubang itu kumasukkan tanganku kedalam dan menarik tali-tali berongga itu keluar.

"Oohh... seperti inilah ususku…." Hahaha, ini menyenangkan! Jika guruku tahu, mungkin dia akan memberiku nilai A untuk biologi.

"Aahh!!" Ini terasa sakit. Aku menatap lagi bayanganku di cermin, dia masih menggedor-gedor juga. Tetapi kini dia terlihat sangat jelek dengan usus menggantung seperti itu. Kuarahkan pisau itu ke mataku. Kutusuk lalu kuputar perlahan hingga cairannya kurasakan menetes dan membasahi bibirku. Kulakukan hal yang sama dengan mataku yang lainnya. Langkah terakhir. Kumasukkan tanganku melalui celah yang sudah terbentuk di perutku. Tanganku menembus suatu penghalang dan kurasakan tanganku menyentuh benda yang berdenyut itu

Hei, kupikir ini lah jantungku, sayang aku tak bisa melihatnya lagi. Kugenggam dan kutarik benda itu keluar bersamaan dengan kurasakan pecahan-pecahan cermin menerpa tubuhku.

Sekarang, aku puas….

Outside Lights

(Outside Lights/Cahaya dari Luar)


Hope benci sendirian di rumah. Teman-temannya suka jika ditinggal sendirian di rumah oleh orang tua mereka, dan mereka suka menyombong soal memberontak dan melakukan hal-hal yang biasanya dilarang saat orang tua tidak ada di rumah. Tetapi, Hope bukan tipe pemberontak seperti itu.

Malam itu, orang tua Hope pergi makan malam dan menonton, dan tampaknya tidak akan pulang larut. Hope duduk di sofa dan membaca novel Stephen King, tetapi tidak lama kemudian, dia mulai gelisah. Matanya melirik ke berbagai penjuru rumah, dan terpaku pada pintu dapur yang terbuka. Lampu dapur dimatikan, dan kegelapan di ruangan itu sedikit menakutkan. Hope tidak bisa tidak membayangkan seseorang ada di ruangan itu, mungkin memerhatikannya sambil menyeringai.

Hope berlari ke arah dapur dan membanting pintunya sampai menutup, lantas melompat mundur, setengah mengira ada tangan yang akan menyengkram lengannya. Tapi tidak ada yang terjadi. Merasa lega, Hope kembali ke sofa dan menyalakan TV. Episode terbaru Criminal Minds sedang ditayangkan, tetapi Hope memilih Cartoon Network. Sudah cukup cerita seram untuknya. Karena posisinya yang nyaman, tidak butuh waktu lama bagi Hope untuk tertidur.

Hope terbangun sejam kemudian ketika cahaya menyorot wajahnya lewat jendela. Ketika dia terbangun dengan kesal, cahaya itu menghilang. Pikirnya, mungkin itu lampu sorot mobil yang lewat. Akan tetapi, cahaya itu muncul dan menyorot lagi ke arahnya, dan menghilang lagi. Cahaya itu muncul beberapa kali lagi dengan singkat, dan menghilang dengan cepat.

"Kenapa ada cahaya seperti itu?" Pikirnya. Hope buru-buru menyalakan TV lagi dan menaikkan volumenya. Tapi, beberapa saat kemudian, televisinya mati, begitu pula lampu di seluruh rumahnya. Mati listrik seperti ini sebenarnya tidak aneh di lingkungan tempatnya tinggal, tetapi yang aneh adalah cahaya asing itu, yang berkedip-kedip lagi ke arahnya.

Hope mulai ketakutan. "Bagaimana jika ada orang yang mencoba memancingku? Aku mungkin dibuntuti oleh orang sinting!" Pikirnya. "Bagaimana kalau dia bisa melihatku dari luar?"

Hope melihat ke luar jendela, dan perasaan bahwa dirinya diikuti makin kuat. Dia langsung melesat ke sudut ruangan dan meringkuk di kegelapan, dan sorotan cahaya asing itu berkedip-kedip lagi, dengan frekuensi yang semakin intens. Hope merayapi lantai hingga ke pintu dapur, mengulurkan tangan untuk membuka kenopnya, dan masuk ke dapur sebelum menutup pintunya, menghalangi cahaya tersebut. Dia meraba-raba dalam kegelapan sebelum menemukan pisau dapur, lantas duduk di kursi di pojok dapur.

Sorotan cahaya itu akhirnya berhenti berkedip, dan Hope tersenyum lega.

****

Sejam kemudian, orang tua Hope pulang. Mereka membuka pintu dan langsung disambut keheningan. Ketika mereka masuk ke dapur, pemandangan mengerikan menyambut mereka.

Hope terduduk di kursi dengan kepala terkulai ke belakang sandaran kursi, ekspresi tak percaya tergurat di wajahnya. Tenggorokannya sobek berlumur darah, dan pisau dapur tergeletak di samping kursinya.

Ketika polisi datang dan menyisir rumah itu, mereka juga menemukan mayat seorang gadis remaja di selokan dekat rumah Hope. Tubuhnya penuh luka tusukan, dan lehernya digorok seperti Hope.

Di tangannya, tergenggam sebuah senter.

Gadis itu nampaknya berusaha memberi sinyal untuk memperingatkan Hope bahwa ada seseorang memasuki rumahnya.

------


The Red Room (Urban Legend)

(The Red Room/Ruang Merah)


The Red Room atau ruang merah merupakan Urban Legend Jepang yang menakutkan tentang pop-up yang muncul ketika kamu sedang berselancar di internet. Mereka mengatakan, jika kamu menutup pop-up tersebut, kamu akan mati.

red-room-1-creepypasta0413


Terdapat seorang anak laki-laki yang kecanduan dalam menggunakan internet. Dia mendengar legenda perkotaan tentang Ruang Merah (Red Room) dari salah seorang teman sekolahnya. Saat sore harinya, ketika anak laki-laki itu pulang ke rumah, dia langsung berselancar menggunakan internetnya, mencari segala sesuatu tentang Ruang Merah itu. 

Tiba-tiba, sebuah jendela notifikasi muncul di layarnya dengan latar berwarna merah. Dengan kata-kata berwarna hitam, tertulis pesan, “apa kamu menyukai-?”

red-room-2-creepypasta0413


Anak laki-laki tersebut menutup jendela notifikasi, tetapi kemudian muncul lagi. Dia mencoba untuk menutupnya hingga beberapa kali namun jendela notifikasi itu tetap terus menerus muncul. Lalu, anak laki-laki tersebut menyadari bahwa pertanyaannya berganti. Sekarang tertulis: “Apakah kamu menyukai ruang merah?” dan di layar belakang, suara seperti anak kecil berkata, “apa kamu menyukai ruang merah?”

Beberapa saat, tiba-tiba layar menjadi hitam dan beberapa nama muncul dalam tulisan berwarna merah. Di bawah dari daftar, si anak laki-laki melihat nama dari temannya… nama temannya yang memberitahunya tentang ruang merah. 

Tiba-tiba, anak laki-laki tersebut menyadari sesuatu berada di belakangnya dan dia kehilangan kesadarannya.

red-room-3-creepypasta0413


Hari berikutnya, anak laki-laki tersebut tidak masuk sekolah. Terdapat beberapa rumor yang tersebar karena sesuatu yang terjadi padanya. Hari berikutnya lagi, teman-temannya mendapatkan kabar yang mengerikan. Anak laki-laki tersebut bunuh diri, mewarnai ruangannya dengan merah dari darahnya. 

Minggu, 24 Februari 2019

The Woman who Lived in Next Door

(The Woman who Lived in Next Door/Wanita Yang Tinggal di Sebelah)


The-Woman-who-Lived-in-Next-Door-Creepypasta-0413Pada pagi tanggal 13 April 2004, polisi dipanggil ke sebuah rumah yang berada di pinggiran pedesaan Inggris Tengah oleh para tetangga yang telah mendengar suara yang membuat mereka merinding: teriakan tercekik tunggal dan mendadak berhenti.

Mereka hanya mengetahui sedikit tentang wanita yang tinggal di sebelah, hanya rumor yang mereka dengar di toke pedesaan dan bar Black Lion di sudutnya.

Mereka mendengar bahwa dia pindah ke pedesaan ini untuk melarikan diri dari masa lalunya: putrinya telah menghilang selama beberapa minggu sebelum dia memercayai apa yang polisi katakan padanya, tetapi dalam pikirannya, dia tetap menjauh dari kenyataan dan dia tetap berada di kamarnya sampai putrinya kembali, tempat tidur yang dirapikan dan mainan yang disiapkan; setiap pagi dia menuju kamar putrinya berharap dia ada disana sambil memeluk boneka beruang dan menampakan senyuman saat dia terbangun.

Setelah suaminya meninggalkannya, tersiksa dalam duka dan istrinya perlahan kehilangan kewarasannya, keluarganya membelikannya rumah baru, memberikannya kesempatan hidup, awal yang baru.

Dia telah tinggal disini sudah tiga bulan lamanya hingga sekarang, tetapi tidak pernah berbicara pada siapapun. Dia jarang meninggalkan rumah; faktanya, barang belanjaan diantarkan dan ditinggal di teras rumahnya dan dia berlari menuju luar, pucat dan kusut, menghindari mata siapapun yang mungkin sedang melihatnya

Ketika polisi mendobrak pintu dan masuk kedalam, apa yang mereka temukan adalah membawa lebih dari setengah kepolisian kepada psikiatris sehingga mereka bisa tidur kembali. Yang terburuk dari kesemua itu bukanlah rumahnya, melainkan isi dalam kamera yang terletak pada genangan darah di lantai.

White Little Lies

Ada seorang gadis muda bernama Chiaki. Dia sedang bermain di kamarnya. Ketika ia mendengar ibunya memanggilnya dari dapur. Dia berlari di lantai bawah.

"Chiaki, kemari! Ada sesuatu yang perlu Ibu tanyakan padamu." Panggil ibunya.

"Apa itu?" Tanya Chiaki.

"Apakah kamu tahu siapa yang memakan kue yang dimaksudkan untuk para tamu?"

"Uh ... tidak ... aku tidak tahu," jawab Chiaki.

"Apakah kamu yang memakan kuenya?" Tanya ibunya.

"Tidak, Ibu, aku tidak memakan kue itu." Jawab gadis kecil itu. Chiaki meremas-remas tangannya dengan gugup.

"Chiaki, Ibu tahu ketika kamu berbohong," kata ibunya. "Seorang pencuri selalu berbohong. Dan polisi selalu menangkap pencuri. Dan pencuri selalu dihukum. Apakah kamu tahu apa yang kukatakan, Chiaki? "

Chiaki tidak bisa menahan rasa bersalahnya lagi. Dia mulai menangis.

"Ibu, aku minta maaf!" Dia memohon. "Aku yang memakan kuenya! Maafkan aku! "

"Sudah, sudah. Berhenti menangis, " kata ibunya sambil memegang tangannya. "Ibu marah karena kamu berbohong pada Ibu. Sekarang kamu sudah mengatakan yang sebenarnya, semuanya akan baik-baik saja. Ibu tidak suka pembohong, jangan pernah berbohong pada Ibu lagi, OK? "

"OK," kata Chiaki.

"Sekarang keringkan air matamu," kata Ibunya. "Kita akan pergi ke toko dan membeli lebih banyak kue."

"OK, Ibu," kata Chiaki.

--

Ibu Chiaki melahirkan adik Chiaki. Ketika dia pulang dari rumah sakit, Chiaki senang.

"Ini adalah Nana," kata ibunya. "Kamu adalah kakaknya. Kamu harus memperlakukannya dengan baik dan menyayanginya. "

"Baiklah, Ibu," kata Chiaki.

Tapi setelah bayi itu tiba, Ibunya tampaknya tidak punya waktu untuknya. Bayi itu menangis sepanjang hari dan sepanjang malam. Chiaki tidak tahan mendengarnya berteriak dan menangis. Dia tidak bisa berkonsentrasi. Dia bahkan tidak bisa berpikir. Akhirnya, ia sudah tidak tahan.

"Ibu! Aku muak dan bosan mendengarnya menangis! "Teriaknya. "Aku tidak bisa belajar dengan semua ini! Bisakah kamu membungkamnya? "

"Kamu harus lebih mengerti," kata Ibunya. "Nana hanya seorang bayi. Kamu kakaknya. "

"Tapi kamu selalu bersama dengan Nana," teriak Chiaki. "Kamu tidak pernah punya waktu untukku lagi. Aku ingin menghabiskan waktu denganmu juga, Ibu. Aku ingin pergi ke toko denganmu, ke taman denganmu, berpelukan denganmu...."

"Kamu cukup tua untuk pergi ke semua tempat-tempat itu sendiri," kata Ibunya. "Jadi tutup mulutmu dan berhenti bersikap egois."

"Aku benci Ibu!" Chiaki berteriak sambil menangis. Dia berlari ke atas, membanting pintu dan mengunci diri di kamarnya. Malam itu, dia menolak untuk turun untuk makan malam. Sebaliknya, dia tinggal di kamarnya dan merenung tentang Nana.

Malam itu Chiaki memiliki mimpi yang sangat mengerikan. Dalam mimpi itu, dia melihat dirinya berjalan melalui rumah dalam kegelapan. Dia pergi ke kamar ibunya dan berjalan menuju tempat tidur bayinya. Kemudian, dia mengambil adiknya dan membawanya turun. Dalam mimpi itu, Chiaki membuka pintu belakang dan membawa Nana ke kebun. Di sana, dengan cahaya bulan, dia mengambil sebuah sekop dari gudang, menggali lubang kecil di rumput basah dan mengubur adiknya hidup-hidup.

Ketika dia terbangun di pagi hari, Chiaki gemetar dan keringat membasahi tubuhnya. Dia merasa sakit perut. Mimpi buruk itu tampak begitu nyata. Dia merasa ngeri.

"Ibu benar," pikirnya. "Nana hanya seorang bayi. Aku kakaknya. Aku perlu belajar untuk hal-hal seperti ini. Aku akan meminta Ibu untuk memaafkanku. "

Saat itu, Ibunya membuka pintu kamarnya. Air mata mengalir di wajahnya.

"Chiaki, apakah kamu tahu di mana Nana?" Tanyanya. "Ketika Ibu bangun pagi ini, dia tidak ada di tempat tidurnya. Apakah kamu tahu sesuatu? "

Gadis kecil itu menggeleng.

"Apakah kamu yakin?" Ibunya menuntut. "Kamu benar-benar tidak tahu apa-apa? Apakah kamu bersumpah? "

Chiaki menelan ludah. "Ya, aku bersumpah," katanya lemah.

"Ya Sudah! Baiklah! "Kata Ibunya. "Bantu aku menemukannya!"

Mereka menggeledah rumah dari atas ke bawah, tapi mereka tidak bisa menemukan Nana. Mereka berlari naik dan turun jalan mencari bayi itu, tapi dia tidak terlihat. Akhirnya, Ibunya jatuh berlutut dan mulai menangis tak terkendali.

"Kemana Nana pergi?" Ia meratap. "Dimana dia? Dia bahkan tidak tahu cara berjalan. Bagaimana dia bisa menghilang seperti ini? "

Chiaki meremas-remas tangannya dengan gugup.

"Chiaki kamu tahu sesuatu!" Ibunya menjerit. "Chiaki! Kamu tahu apa yang terjadi pada Nana, bukan! "

"Tidak," kata Chiaki. "Aku tidak tahu apa-apa...."

"Chiaki, Ibu sudah memperingatkanmu untuk tidak berbohong pada Ibu lagi!" Ibunya menjerit.

"Aku tidak berbohong," gumam Chiaki.

"Aku tahu ketika kamu berbohong!" Teriak Ibunya. "Beritahu Ibu! Dimana dia? Dimana Nana? "

Chiaki tidak bisa menahan rasa bersalahnya lagi. Dia memandang ke luar jendela dan menunjuk gundukan kecil tanah di kebun.

"Tidak!" Teriak ibunya. "Ya Tuhan! Tidak mungkin! Ini tidak benar! "

"Ibu!" Isak gadis kecil. Dia mencoba untuk meraih tangan ibunya.

"Jangan sentuh aku!" Ibunya menjerit. "Kamu membunuh Nana, bukan! Kamu membunuhnya karena cemburu! "

"Aku tidak bermaksud begitu, Ibu!" Teriak Chiaki. "Aku tidak bermaksud seperti itu!"

Ibunya sudah mencapai batas kemarahannya. Dia mencekik leher putrinya. Dia mencekik dan mencekiknya sampai Chiaki tidak bisa bernafas lagi. Beberapa saat kemudian, Chiaki sudah terbaring mati di lantai.

Tiba-tiba, bel pintu berbunyi. Ibu itu berdiri dan menjawabnya.

Ketika dia membuka pintu, dia melihat tetangganya berdiri di luar. Dia menggendong Nana dalam pelukannya.

"Kami menemukannya merangkak di luar," katanya. "Dia pasti keluar dari tempat tidurnya pada malam hari. Beruntung kami menemukannya sebelum sesuatu yang buruk terjadi.... "

Red Room

(Red Room/Ruang Merah)

Henry menghilang di Meksiko beberapa minggu yang lalu, dan Lois terus menerima banyak surat yang aneh melalui pos.

Dia mengasumsikan bahwa empat surat pertama yang diterimanya empat hari pertama dalam bulan ini merupakan kesalahan pada pemberian alamat. Namun, amplop kelima berisi kertas putih dengan sepatah kata yang menghantui pikirannya selama beberapa minggu.

“Suami,” itu adalah apa yang dia katakan.

Lois merasa darah pada nadinya membeku. 

Empat yang pertama tertulis berturut-turut, “Aku, Akan, Kembali,” dan “Kamu.” 

Yang keenam tidak menyenangkan.

Tertulis, “Hanya.”

Setelah itu, Lois menggunakan internet untuk mencari cara menghubungi pihak yang berwenang dari Meksiko, dengan sedikit keuntungan. Percakapan dirinya dengan polisi maupun percakapan perwakilannya sama saja, semua menemui jalan buntu. Setelah itu, sampai pesan yang bertuliskan, “jika kamu bisa menebak dengan benar,” Lois mulai kehilangan hal itu.

----

“Aku akan mengembalikan Suamimu hanya jika kamu bisa menebak dengan benar apa yang akan kulakukan terhadapnya,” adalah pesan singkat yang dieja dengan kliping koran. Sifat asli dari kata yang terpisah pada lembaran kertas tampaknya tidak penting, jika ini adalah pesan sepanjang waktu.

Dibalik lembar kertas terakhir -- dibaca “dia” -- terdapat alamat situs tertulis ‘http://www.analogbrowser.com’...dan hal itu menjadi satu-satunya jalan untuk dia lakukan.

Situs itu tidak menarik, serangkaian gambar dan logo, dengan sebuah tautan kecil di tengahnya. Ketika dia menekannya, ‘Analog Browser’ mulai mengunduh pada laptop-nya, bersamaan dengan dokumen terisi kata-kata.

Pada dokumen tersebut terdapat alamat situs, dengan perbedaan mencolok pada registrasi domainnya. 

Alamat situsnya sederhana; ‘you.analog’

Setelah program selesai diunduh dan dijalankan, browser -- yang mengingatkan pada Opera -- muncul pada layar dan Lois menuliskan alamat situs tadi pada mesin telusur. 

Sebuah bar ruang diskusi berwarna merah muncul di layar. Sebelum Lois dapat menulis pesan, serangkaian titik dan terdapat pesan, ‘[USERNAME] sedang mengetik….’

Dia melototkan matanya, fokus pada kotak merah kecil itu. 

Titik-titik masih bergerak bergelombang naik dan turun.

Tulisan ‘[USERNAME] sedang mengetik….’ tetap ada.

Detik terlewati.

Menit.

Ruangan luar yang berwarna putih dengan kotak merah padanya berubah warna dan menjadi kasar ketika Lois menatap tajam pada laptop-nya itu, seolah-olah “menghendaki” penculis suaminya untuk beraksi.

Dan masih, titik tersebut berlanjut bergelombang naik dan turun. 

Kini, serangkaian titik-titik tersebut tergantikan dengan kata-kata dan itu langsung terbayang dalam pikirannya. 

Lois membanting kursinya dan menatap dekat-dekat laptop-nya, mengamati kata-kata yang tertulis di layar, ‘aku akan mengembalikan suamimu hanya jika kamu bisa menebak dengan benar apa yang akan kulakukan terhadapnya.’

Mata kiri Lois berkedut tanpa sadar.

Tulisan ‘[USERNAME] sedang mengetik….’ kembali muncul di layar.

Tulisan yang muncul kemudian adalah, “dan aku tidak bisa berbohong, apakah kamu menebak bahwa aku benar atau tidak.”

Dia ingin benjawab, tetapi merasa bimbang.

Bagaimana jika dia tidak mengembalikan Henry?

Ketika Lois hendak menjawab, dia bimbang lagi.

Maka, itu berarti dia berbohong tentang….

Kenyataan situasi mulai disadarinya.

Lois tidak mengerti mengapa hal ini dapat terjadi. Dia berpikir, “jika dia berbohong, dan berkata dengan benar, maka terdapat pilihan ketiga.”

Pilihan ketiga tidak mungkin bagi Henry untuk menulis catatan itu, dan memalsukan penculikannya sendiri. Mobilnya ada di depan.

Dan ketika Lois melepas kepergian suaminya di bandara, suaminya mengatakan bahwa dia akan memanggilnya ketika pulang -- dan dia tidak melakukannya. 

Lebih jauh lagi, jika orang ini -- jika mungkin adalah Henry -- secara bersamaan berbohong dan mengatakan yang sebenarnya, maka dia tidak bisa disebut Henry sejak awal.

Hal tersebut membuatnya mendapati jawaban yang menakutkan. 

Dia benar-benar tidak ada disini, Henry benar-benar tidak ada, dan situasi ini merupakan hasil dari ingatan yang tertekan. 

Lois mengingat kembali kejadian masa lalu. Saat dia meninggalkan rumah bersama dengan Henry. Mengemudi ke bandara. Melepas kepergiannya. Menerima panggilan tentang laptop-nya yang menyala dan tidak melihatnya. Melihat Ruang Merah dalam browser. Argumen. Dan kemudian, dia menunggu panggilan ketiga yang tidak pernah datang.

Ini semua benar-benar aneh, tetapi satu hal yang menonjol dalam analisanya pada hari itu adalah Ruang Merah. Dia teringat beberapa kali berhenti untuk mendapatkan rekaman waktu kejadian, tetapi setiap kali menarik lebih jauh dan dalam menuju situs yang mengerikan.

Ketika itu sesuatu menyerangnya.

Dia tidak ingat hari apa itu.

Dia bahkan tidak tahu pada saat itu jam berapa.

Bahkan siang atau malam.

Dia membayangkan pulang ke rumah.

Dia membayangkan itu perjalanan bisnisnya, bukan dirinya. 

Dia membayangkan itu laptop-nya, bukan dirinya. 

Dia membayangkan berada di rumahnya, tetapi dia tidak berada disana.

Dia membayangkan semuanya. 

Untuk mengalihkan… dia….

Untuk mengalihkannya dari rasa sakit.

Dia tidak melihat dengan baik ke ruangan sebelum dia mati, tetapi dia tahu satu hal.

Semuanya merah.

SUMBER